Sunday, June 15, 2008

DIJUAL MURAH

Dijual murah printer 2nd merk canon ip 1880 + inpus Rp. 600.000,-
UPS merk Flazer sebanyak 4 buah

Saturday, June 14, 2008

KENAKALAN REMAJA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG HUBUNGANNYA DENGAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL KELUARG

Kasus Di Pondok Pinang Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta

PENDAHULUAN

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soerjono Soekanto,1988,26), mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang.

Masalah sosial perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Ketidak berhasilan belajar sosial atau “kesalahan” dalam berinteraksi dari transaksi sosial tersebut dapat termanifestasikan dalam beberapa hal.

Proses sosialisasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari melalui interaksi sosial dengan menggunakan media atau lingkungan sosial tertentu. Oleh sebab itu, kondisi kehidupan lingkungan tersebut akan sangat mewarnai dan mempengaruhi input dan pengetahuan yang diserap. Salah satu variasi dari teori yang menjelaskan kriminalitas di daerah perkotaan, bahwa beberapa tempat di kota mempunyai sifat yang kondusif bagi tindakan kriminal oleh karena lokasi tersebut mempunyai karakteristik tertentu, misalnya (Eitzen, 1986 : 400), mengatakan tingkat kriminalitas yang tinggi dalam masyarakat kota pada umumnya berada pada bagian wilayah kota yang miskin, dampak kondisi perumahan di bawah standar, overcrowding, derajat kesehatan rendah dari kondisi serta komposisi penduduk yang tidak stabil. Penelitian inipun dilakukan di daerah pinggiran kota yaitu di Pondok Pinang Jakarta Selatan tampak ciri-ciri seperti disebutkan Eitzen diatas. Sutherland dalam (Eitzen,1986) beranggapan bahwa seorang belajar untuk menjadi kriminal melalui interaksi. Apabila lingkungan interaksi cenderung devian, maka seseorang akan mempunyai kemungkinan besar untuk belajar tentang teknik dan nilai-nilai devian yang pada gilirannya akan memungkinkan untuk menumbuhkan tindakan kriminal.

Mengenai pendekatan sistem, yaitu perilaku individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari sistem sosial terutama dalam pandangan disorganisasi sosial sebagai sumber masalah. Dikatakan oleh (Eitzen, 1986:10) bahwa seorang dapat menjadi buruk/jelek oleh karena hidup dalam lingkungan masyarakat yang buruk. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pada masyarakat yang mengalami gejala disorganisasi sosial, norma dan nilai sosial menjadi kehilangan kekuatan mengikat. Dengan demikian kontrol sosial menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai bentuk penyimpangan perilaku. Di dalam masyarakat yang disorganisasi sosial, seringkali yang terjadi bukan sekedar ketidak pastian dan surutnya kekuatan mengikat norma sosial, tetapi lebih dari itu, perilaku menyimpang karena tidak memperoleh sanksi sosial kemudian dianggap sebagai yang biasa dan wajar.

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengidentifkasi dan memberikan gambaran bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan remaja di pinggiran kota metropolitan Jakarta, yaitu di kelurahan Pondok Pinang.

2. Untuk mengetahui hubungaanan aaantara kenakalan remaja dengan keberfungsian sosial keluarga

3. Penelitian ini ingin memberikan sumbangan bagi pemecahan masalah kenakalan remaja dengan memanfaatkan keluarga sebagai basis dalam pemecahan masalah

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan ingin mempelajari masalah-masalah dalam suatu masyarakat, juga hubungan antar fenomena, dan membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang ada. Cara pemilihan sampel yang dilakukan pertama memilih wilayah yang mempunyai kategori miskin, dengan cara melihat kondisi mereka yang perumahannya di bawah standar, dengan kondisi penduduk yang sangat padat, lingkungan yang tidak teratur dan perkiraan tingkat kesehatan masyarakatnya yang buruk. Setelah itu konsultasi dengan ketua RW dan ketua-ketua RT untuk mencari informasi tentang warganya yang dianggap telah melakukan kenakalan, dengan perspektif labeling. Dari informasi tersebut data pada tiga RT. Berdasarkan data tersebut kita jadikan populasi dengan jumlah 40 remaja dan keluarga yang akan dijadikan unit dalam analisis. Dari jumlah tersebut dibuat listing dan tiap RT diambil 10 sampel (remaja dan keluarga) sehingga mendapat 30 responden. Pengambilan sample ini dengan cara random.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dipandu dengan daftar pertanyaan.

Responden remaja dalam penelitian ini ditentukan bagi mereka yang berusia 13 tahun-21 tahun. Mengingat pengertian anak dalam Undang-undang no 4 tahun 1979 anak adalah mereka yang berumur sampai 21 tahun. Dengan pertimbangan pada usia tersebut, terdapat berbagai masalah dan krisis diantaranya; krisis identitas, kecanduan narkotik, kenakalan, tidak dapat menyesuaikan diri di sekolah, konflik mental dan terlibat kejahatan (lihat transaksi individu-individu dan keluarga-keluarga dengan sistem kesejahteraan sosial).

KERANGKA KONSEP

Konsep Kenakalan Remaja

Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono (1988 : 93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dalam Bakolak inpres no: 6 / 1977 buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku / tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu : (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985 : 73). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal dalam bukunya “ Rules of Sociological Method” dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.

Keberfungsian social

Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinnya mencapai kebutuhan hidupnya.

Keberfungsian sosial kelurga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya dll. Kemampuan berfungsi social secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunnya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.

HASIL PENELITAN

Bentuk Kenakalan Yang Dilakukan Responden

Berdasarkan data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian ini berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun.

Bentuk Kenakalan Remaja Yang Dilakukan Responden (n=30)

Bentuk Kenakalan

F

%

1. Berbohong

2. Pergi keluar rumah tanpa pamit

3. Keluyuran

4. Begadang

5. membolos sekolah

6. Berkelahi dengan teman

7. Berkelahi antar sekolah

8. Buang sampah sembarangan

9. membaca buku porno

10. melihat gambar porno

11. menontin film porno

12. Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM

13. Kebut-kebutan/mengebut

14. Minum-minuman keras

15. Kumpul kebo

16. Hubungan sex diluar nikah

17. Mencuri

18. Mencopet

19. Menodong

20. Menggugurkan Kandungan

21. Memperkosa

22. Berjudi

23. Menyalahgunakan narkotika

24. Membunuh

30

30

28

26

17

2

10

5

7

5

21

19

25

5

12

14

8

3

2

1

10

5

22

1

100

100

93,3

98,7

23,3

56,7

6,7

33,3

16,7

23,3

16,7

70,0

63,3

83,3

16,7

40,0

46,7

26,7

10,0

6,7

3,3

33,3

73,3

3,3

Bahwa seluruh responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan, mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku, keluarga, maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari yang semakin kompleks.

Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen

Hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan

Salah satu hubungan variabel yang disajikan disini adalah hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kenakalan. Hal ini untuk mengetahui apakah anak laki-laki lebih nakal dari anak perempuan atau probalitasnya sama. Berdasarkan tabel hubungan diperoleh data sebagai berikut; Anak laki-laki yang melakukan kenakalan biasa 3 responden (10%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden, dan kenakalan khusus 22 responden (73,3%). Sedangkan anak perempuan yang melakukan kenakalan biasa 2 responden (2,7%) dan kenakalan khusus 1 responden (3,3%).

Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang melakukan kenakalan khusus adalah anak laki-laki (73,3%), namun terdapat juga anak perempuannya. Kalau dibandingkan diantara 27 responden anak laki-laki 22 responden (81,5%) diantaranya melakukan kenakalan khusus, sedangkan dari 3 responden perempuan 1 responden (33,3%) yang melakukan kenakalan khusus, berarti probababilitas anak laki-laki lebih besar kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Demikian juga yang melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, anak perempuan tidak ada yang melakukannya. Dengan demikian maka anak laki-laki kecenderungannya akan melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan lebih dibandingkan dengan anak perempuan.

Hubungan antara pekerjaan responden dengan tingkat kenakalan yang dilakukan

Berdasarkan data yang ada, pekerjaan responden adalah sebagai pelajar dan tidak bekerja (menganggur) masing-masing 13 responden (43,3%), sebagai buruh dan berdagang masing-masing 2 responden (6,7%). Dari tabel korelasi persebaran datanya sebagai berikut; Pelajar yang melakukan kenakalan biasa 5 responden (16,7%), kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan 2 responden (6,7%), dan kenakalan khusus 6 responden (20%) . Sedangkan mereka yang tidak bekerja (menganggur) semuanya 13 responden melakukan kenakalan khusus, juga mereka yang bekerja sebagai pedagang dan buruh semuanya melakukan kenakalan khusus. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kecenderungan untuk melakukan kenakalan khusus ataupun jenis kenakalan lainnya adalah mereka yang tidak sibuk, atau banyak waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif.

Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan

Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin rendah melakukan kenakalan. Sebab dengan pendidikan yang semakin tinggi, nalarnya semakin baik. Artinya mereka tahu aturan-aturan ataupun norma sosial mana yang seharusnya tidak boleh dilanggar. Atau mereka tahu rambu-rambu mana yang harus dihindari dan mana yang harus dikerjakan. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Mereka yang tamat SLTA justru yang paling banyak melakukan tindak kenakalan 17 responden (56,7%) yang berarti separoh lebih, dengan terbanyak 12 responden (40%) melakukan kenakalan khusus, 2 responden (6,7%) melakukan kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, dan 4 responden (13,3%) melakukan kenakalan biasa. Demikian juga mereka yang pendidikan terakhirnya SLTP, dari 12 responden, 11 responden (36,7%) melakukan kenakalan khusus. Sedang mereka yang hanya tamat SD 1 responden juga melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian maka tidak ada hubungan antara tingkatan pendidikan dengan kenakalan yang dilakukan, artinya semakin tinggi pendidikannya tidak bisa dijamin untuk tidak melakukan kenakalan. Artinya di lokasi penelitian kenakalan remaja yang dilakukan bukan karena rendahnya tingkat pendidikan mereka, karena disemua tingkat pendidikan dari SD sampai dengan SLTA proporsi untuk melakukan kenakalan sama kesempatannya. Dengan demikian faktor yang kuat adalah seperti yang disebutkan di atas, yaitu adanya waktu luang yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan positif, dan adanya pengaruh buruk dalam sosialisasi dengan teman bermainnya atau faktor lingkungan sosial yang besar pengaruhnya.

Hubungan Antara Kenakalan Remaja Dengan Keberfungsian Sosial Keluarga

Dalam kerangka konsep telah diuraikan tentang keberfungsian sosial keluarga, diantaranya adalah kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi keluarga yaitu jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan, dan fungsinya serta mampu memenuhi kebutuhannya.

Hubungan antara pekerjaan orang tuanya dengan tingkat kenakalan

Untuk mengetahui apakah kenakalan juga ada hubungannya dengan pekerjaan orangtuanya, artinya tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Karena pekerjaan orangtua dapat dijadikan ukuran kemampuan ekonomi, guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini perlu diketahui karena dalam keberfungsian sosial, salah satunya adalah mampu memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan data yang ada mereka yang pekerjaan oangtuanya sebagai pegawai negeri 5 responden (16,7%), berdagang 4 responden (13,3%), buruh 5 responden (16,6%), tukang kayu 2 responden (6,7%), montir/sopir 6 responden (20%), wiraswasta 5 responden (16,6%), dan pensiunan 1 responden (3,3%).

Dari tabel korelasi diketahui bahwa kecenderungan anak pegawai negeri walaupun melakukan kenakalan, namun pada tingkat kenakalan biasa. Lain halnya bagi mereka yang orang tuanya mempunyai pekerjaan dagang, buruh, montir/sopir, dan wiraswasta yang kecendrungannya melakukan kenakalan khusus. Hal ini berarti pekerjaan orang tua berhubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Keadan yang demikian karena mungkin bagi pegawai negeri lebih memperhatikan anaknya untuk mencapai masa depan yang lebih baik, ataupun kedisiplinan yang diterapkan serta nilai-nilai yang disosisalisasikan lebih efektif. Sedang bagi mereka yang bukan pegawai negeri hanya sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sehingga kurang ada perhatian pada sosialisasai penanaman nilai dan norma-norma sosial kepada anak-anaknya. Akibat dari semua itu maka anak-anaknya lebih tersosisalisasi oleh kelompoknya yang kurang mengarahkan pada kehidupan yang normative.

Hubungan antara keutuhan keluarga dengan tingkat kenakalan

Secara teoritis keutuhan keluarga dapat berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Artinya banyak terdapat anak-anak remaja yang nakal datang dari keluarga yang tidak utuh, baik dilihat dari struktur keluarga maupun dalam interaksinya di keluarga

Dilihat dari keutuhan struktur keluarga, 21 responden (70%) dari keluarga utuh, dan 9 responden dari keluarga tidak utuh. Berdasarkan data pada tabel korelasi ternyata struktur keluarga ketidak utuhan struktur keluarga bukan jaminan bagi anaknya untuk melakukan kenakalan, terutama kenakalan khusus. Karena ternyata mereka yang berasal dari keluarga utuh justru lebih banyak yang melakukan kenakalan khusus.

Namun jika dilihat dari keutuhan dalam interaksi, terlihat jelas bahwa mereka yang melakukan kenakalan khusus berasal dari keluarga yang interaksinya kurang dan tidak serasi sebesar 76,6%. Perlu diketahui bahwa keluarga yang interaksinya serasi berjumlah 3 responden (10%), sedangkan yang interaksinya kurang serasi 14 responden (46,7%), dan yang tidak serasi 13 responden (43,3%). Jadi ketidak berfungsian keluarga untuk menciptakan keserasian dalaam interaksi mempunyai kecenderungan anak remajanya melakukan kenakalan. Artinya semakin tidak serasi hubungan atau interaksi dalam keluarga tersebut tingkat kenakalan yang dilakukan semakin berat, yaitu pada kenakalan khusus.

Hubungan antara kehidupan beragama keluarganya dengan tingkat kenakalan

Kehidupan beragama kelurga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rokhani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Berdasarkan data yang ada mereka yang keluarganya taat beragama 6 responden (20%), kurang taat beragama 15 responden (50%), dan tidak taat beragama 9 responden (30%). Dari tabel korelasi diketahui 70% dari responden yang keluarganya kurang dan tidak taat beragama melakukan kenakalan khusus. Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak-anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, demikian juga sebaliknya.

Hubungan antara sikap orang tua dalam pendidikan anaknya dengan tingkat kenakalan

Salah satu sebab kenakalan yang disebutkan pada kerangka konsep di atas adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%), overprotection 3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%). Dari tabel korelasi diperoleh data seluruh responden yang orang tuanya tidak memperhatikan sama sekali melakukan kenakalan khusus dan yang kurang memperhatikan 11 dari 12 responden melakukan kenakalan khusus. Dari kenyataan tersebut ternyata peranan keluarga dalam pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak.

Hubungan antara interaksi keluarga dengan lingkungannya dengan tingkat kenakalan

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat, oleh karena itu mau tidak mau harus berhubungan dengan lengkungan sosialnya. Adapun yang diharapkan dari hubungan tersebut adalah serasi, karena keserasian akan menciptakan kenyamanan dan ketenteraman. Apabila hal itu dapat diciptakan, hal itu meruapakan proses sosialisasi yang baik bagi anak-anaknya. Mereka yang berhubungan serasi dengan lingkungan sosialnya berjumlah 8 responden (26,6%), kurang serasi 12 responden (40%), dan tidak serasi 10 responden (33,4%). Dari data yang ada terlihat bagi keluarga yang kurang dan tidak serasi hubungannya dengan tetangga atau lingkungan sosialnya mempunyai kecenderungan anaknya melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat yaitu kenakalan khusus. Keadaan tersebut dapat dilihat dari 23 responden yang melakukan kenakalan khusus 19 responden dari dari keluarga yang interaksinya dengan tetangga kurang atau tidak serasi.

Pernah tidaknya responden ditahan dan dihukum hubungannya dengan keutuhan struktur dan interaksi keluarga, serta ketaatan keluarga dalam menjalankan kewajiban beragama

Data tentang responden yang pernah ditahan berjumlah 15 responden, dari jumlah tersebut 3 responden (20%) karena kasus perkelaian, masing-masing 1 responden (6,7%) karena kasus penegeroyokan dan pembunuhan, 5 responden (33,3%) karena kasus obat terlarang (narkotika) dan 8 responden (53,3%) karena kasus pencurian.

Sedangkan responden yang pernah dihukum penjara berjumlah 10 responden dengan rincian 7 responden karena kasus pencurian, masing-masing 1 responden karena ksus pengeroyokan, pembunuhan, dan narkotika. Adapun lamanya mereka dihukum antara 1 bulan-3 tahun, dengan rincian sebagai berikut 4 responden (40%) dihukum penjara selama 1 bulan, 3 responden (30%) dihukum 3 bulan, masing-masing 1 responden (10%) dihukum 7 bulan, 2 tahun, dan 3 tahun .

Dari responden yang pernah ditahan dan di hukum semuanya dari keluarga yang struktur keluarganya utuh, tetapi interaksinya kurang dan tidak serasi. Hal ini menunjukkan bahwa masalah interaksi dalam keluarga merupakan sebab utama seorang remaja sampai ditahan dan dihukum penjara. Sedangkan dari sudut ketaatan dalam menjalankan kewajiban agam bagi keluarganya masih terdapat 1 responden yang pernah ditahan dan dihukum karena kasus pencurian. Artinya bahwa ketaatan beragama dari keluarganya belum menjamin anaknya bebas dari kenakalan dan ditahan serta dihukum.

Analisis Hubungan Antara Keberfungsian Sosial Keluarga dengan Kenakalan Remaja

Setelah dianalisis secara bivariat antara beberapa variabel, maka untuk melengkapinya dianalisis secara statistik dengan rumus product moment guna melihat keeratan hubungan tersebut. Berdasarkan tabel distribusi koefisiensi korelasi product moment diperoleh data sebagai berikut; nilai x = 510 y = 322 x2 = 9.010 y2 = 3.752 xy = 5.283 hasil perhitungan yang diperoleh = - 0,6022. Sedang nilai r yang diperoleh dalam tabel dengan taraf significansi 5%, dengan sampel 30 adalah 0,361 Berdasarkan data tersebut karena nilai r yang diperoleh dari hasil penelitian jauh dari batas significansi nilai r yang diperolehnya berarti ada hubungan negative antara keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja yang dilakukan. Artinya semakin tinggi tingkat berfungsi sosial keluarga, akan semakin rendah tingkat kenakalan remajanya, demikian sebaliknya semakin rendah keberfungsian sosial keluarga maka akan semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya.

Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa secara jenis kelamin terlihat remja pria lebih cenderung melakukan kenakalan pada tinglat khusus, walaupun demilikan juga remaja perempuan yang melakukan kenakalan khusus. Dari sudut pekerjaan atau kegiatan sehari-hari remaja ternyata yang menganggur mempunyai kecenderungan tinggi melakukan kenakalan khusus demikian juga mereka yang berdagang dan menjadi buruh juga tinggi kecenderungannya untuk melakukan kenakalan khusus. Pemenuhan kebutuhan keluarga juga berpengaruh pada tingkat kenakalan remajanya, artinya bagi keluarga yang tiap hari hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya seperti yang orang tuanya bekerja sebagai buruh, tukang, supir dan sejenisnya ternyata anaknya kebanyakan melakukan kenakalan khusus. Demilian juga bagi keluarga yang interaksi sosialnya kurang dan tidak serasi anak-anaknya melakukan kenakalan khusus. Kehidupan beragama keluarga juga berpengaruh kepada tingkat kenakalan remajanya, artinya dari keluarga yang taat menjalankan agama anak-anaknya hanya melakukan kenakalan biasa, tetapi bagi keluarga yang kurang dan tidak taat menjalankan ibadahnya anak-anak mereka pada umumnya melakukan kenakalan khusus.Hal lain yang dapat dilihat bahwa sikap orang orang tua dalam sosialisasi terhadap anaknya juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kenakalan yang dilakukan, dari data yang diperoleh bagi keluarga yang kurang dan masa bodoh dalam pendidikan (baca sosialisasi) terhadap anaknya maka umumnya anak mereka melakukan kenakalan khusus. Dan akhirnya keserasian hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya juga berpengaruh pada kenakalan anak-anak mereka. Mereka yang hubungan sosialnya dengan lingkungan serasi anak-anaknya walaupun melakukan kenakalan tetapi pada tingkat kenakalan biasa, tetapi mereka yang kurang dan tidak serasi hubungan sosialnya dengan lingkungan anak-anaknya melakukan kenakalan khusus.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas, ditemukan bahwa remaja yang memiliki waktu luang banyak seperti mereka yang tidak bekerja atau menganggur dan masih pelajar kemungkinannya lebih besar untuk melakukan kenakalan atau perilaku menyimpang. Demikian juga dari keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya rendah maka kemungkinan besar anaknya akan melakukan kenakalan pada tingkat yang lebih berat.Sebaliknya bagi keluarga yang tingkat keberfungsian sosialnya tinggi maka kemungkinan anak-anaknya melakukan kenakalan sangat kecil, apalagi kenakalan khusus. Dari analisis statistik (kuantitatif) maupun kualitatif dapat ditarik kesimpulan umum bahwa ada hubungan negatif antara keberfungsian sosial keluarga dengan kenakalan remaja, artinya bahwa semakin tinggi keberfungsian social keluarga akan semakin rendah kenakalan yang dilakukan oleh remaja. Sebaliknya semakin ketidak berfungsian sosial suatu keluarga maka semakin tinggi tingkat kenakalan remajanya (perilaku menyimpang yang dilakukanoleh remaja. Berdasarkan kenyataan di atas, maka untuk memperkecil tingkat kenakalan remaja ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu meningkatkan keberfungsian sosial keluarga melalui program-program kesejahteraan sosial yang berorientasi pada keluarga dan pembangunan social yang programnya sangat berguna bagi pengembangan masyarakat secara keseluuruhan Di samping itu untuk memperkecil perilaku menyimpang remaja dengan memberikan program-program untuk mengisi waktu luang, dengan meningkatkan program di tiap karang taruna. Program ini terutama diarahkan pada peningkatan sumber daya manusianya yaitu program pelatihan yang mampu bersaing dalam pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan.

Konversi Lahan Basah Indonesia Tinggi

Selama sepuluh tahun terakhir konversi lahan basah di Indonesia mencapai sepuluh juta hektare. Akibat tingginya laju perubanan itu, bencana banjir dan kekeringan makin sering terjadi. Direktur program Wetlands International Indonesia (WII), Dibjo Sartono,mengungkapkan hal tersebut pada lokakarya “Revisi Strategi Nasional Pengelolaan Lahan Basah” di Jakarta kemarin.

Menurut keputusan Presiden RI No. 48 tahun 1991. lahan basah adalah daerah payau,paya,tanah gambut, dan perairan. Perairan bisa bersifat alami atau buatan,tergenang atau mengalir,serta asin atau tawar. Perairan laut dengan kedalaman kurang dari enam meter saat surut juga digolongkan sebagai lahan basah.

Menurut Dibjo,total luas lahan basah di Indonesia pada tahun 1990 an mencapai 42,579 juta hektare. Namun,jumlah ini m,enyusut menjadi 33,847 juta hektare.

“Laju konversinya begitu cepat,oleh karena itu, tidak mengherankan jika bencana alam seperti banjir dan kekeringan semakin sering terjadi di Indonesia,” katanya.

Lahan basah sendiri terdiri atas lahan basah alami dan lahan basah buatan. Pada tahun 1990-an luas lahan basah alami mencapai 31,391 juta hektare dan lahan basah buatan 11,187 juta hektare. Namun, pada tahun 2002 luas lahan basah alami tinggal 24,992 hektare dan lahan basah buatan 8,853 hektare.

“Ternyata,lahan basah buatan seperti danau yang sengaja diciptakan untuk menampung air, juga mengalami konversi,”tutur Dibjo.

Konversi lahan basah disebabkan oleh tingkat kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap artri penting lahan basah masih sangat kurang. Dibjo menyatakan, sebagian besar konversi lahan basah dilakukan untuk membangun industri,perkebunan dan pengambilan kayu. Penurunan luas lahan basah mengakibatkan bencana alam, terutama kekeringan dan banjir yang semakin sering terjadi di Indonesia. Bencana itu terjadi karena lahan basah yang berfungsi menyimpan air sudah banyak berkurang.

Indonesia sebenarnya sudah melakukan serangkaian langkah untuk pelestarian lahan basah. Pada tahun 1991 misalnya, muncul keputusan Presiden No. 48 tahun 1991 tentang Pengesahan Konversi Internasioanal Lahan Basah. Selain itu, pemerintah membuat perencanaan nasional pengelolaan lahan basah. Untuk menerapkan perencanaan nasional tersebut, dientuklah Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem lahan Basah ( KNPELB ) pada tahun 1996.

BAKAR SAMPAH, BUKAN BAKAR SATE


Dampak Membakar Sampah Asal – asalan

Surabaya dan jakarta termasuk kota yang menghadapi masalah sampah. Untuk membantu memecahkan masalah, beberapa warga mencoba membakar sampah mereka sendiri.Namun,cara ini ternyata menimbulkan masalah lain,yang menganggu kesehatan . sampah memang menjadi biang keladi permasalahan lingkungan saat ini.

Pembakaran yang bersih hanya bisa dilakukan dalam api yang panas dan suplai oksigen yang cukup. Padahal,pada pembakaran sampah yang umum dilakukan, yakni sampah dalam tumpukan ,hanya bagian luar yang mendapat cukup oksigen hanya menghasilkan CO2 . Sementara bagian dalam karena kekurangan suplai O2,akan menghasilkan karbonmonoksida (CO). Satu ton sampah akan menghasilkan sekitar 30 Kg CO.

CO adalah gas yang mampu membunuh orang secara massal .jika dihirup, gas ini akan berikatan sangat kuat dengan homoglobin darah.

Akibatnya hemoglobin yang mestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen keseluruh tubuh akan terganggu.Tubuh akan kekurangan O2 dan menimbulkan kematian.

Masalah lain dari sampah organik adalah kelembabannya. Sampah basah mengakibatkan partikel-partikel yang tidak terbakar beterbangan, juga berakibat terjadi reaksi yang menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Partikel –partikel yang tidak terbakar akan terlihat sebagai awan dalam asap.

Dari 1 ton sampah kira-kira dihasilkan 9 kg partikel padat yang tidak terbakar berupa asap coklat. Sebagian partikel akan terhisap masuk paru-paru karena mekanisme penyaringan dalam hidung kita tidak mampu menyaringnya.

Hidrokarbon berbahaya, senyawa penyebab iritasi seperti asam, cuka, serta senyawa penyebab kanker seperti benzopirena, juga mungkin dihasilkan. Suatu studi menyimpulkan, asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali lebih besar dari asap rokok. Telah kita kenal denganbaik, perokok pasif pun dapat berisiko kanker gara-gara asap rokok orang-orang disekitarnya. Lebih berbahaya kalau anda menderita asma, infeksi paru-paru, atau bronkritis kronis. Anak-anak akan lebih menderita lagi karena mereka menghirup jumlah udara persatuan berat badannya lebih besar dari pada orang dewasa dan juga karena perbedaan struktur paru-parunya.

Yang lebih parah, jika sampah organik bercampur dengan bahan-bahan sintesis. PVC dalam pembungkus kabel,kulit sintesis dan lantai vinil misalnya, mengandung senyawa berbahaya yang mengandung klor.

Pembakaran bahan tersebut akan menghasilkan gas HCL yang korosif. Celakanya, pembakaran dengan suhu kurang dari 1.100ºC pun akan menghasilkan dioksin-zat sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain itu mungkin pula dihasilkan fosgen, yang dikenal sebagai racun yang digunakan pada PD I. Terdapat 75 racun lain yang telah dikenal dalam hasil pembakaran sampah yang mengandung klor.

Bahan sintesis yang mengandung nitrogen akan menghasilkan senyawa berbahaya lain. Nitrogen terdapat dalam bahan sintesis seperti nilon dan busa poliuretan seperti yang terdapat dalam matras, sofa dan karpet yang berbusa. Pada pembakaran di atas 600º C bahan sintesis yang mengandung nitrogen ini akan menghasilkan HCN, suatu gas sangat beracun. Sebaliknya pembakaran sampah basah pada suhu kurang dari 600ºC pun akan menghasilkan isosianat. Senyawa ini terkenal karena menyebabkan kecelakaan mengenaskan di Bhopal beberapa tahun silam.

Bahkan, pembakaran potongan kayu dapat membahayakan karena akan menghasilkan senyawa yang mengakibatkan kanker, formaldehida. Sementara itu, melanin dapat menghasilkan formaldehida jika dibakar dengan suplai oksigen banyak, atau menghasilkan HCN jika suplai oksigen kurang.

Untuk mengurangi polusi udara, mungkin kita perlu memilah-milah sampah yang akan dibakar, atau seminimal mungkin membakarnya.

UPACARA ADAT


UPACARA ADAT KEMATIAN SUKU DAYAK BENUAQ

Suasana religius menguasai alam pikiran masyarakat Dayak Benuaq. Kepercayaan akan kebahagiaan abadi bagi suku Dayak Benuak di puncak Lumut yang di namakan Usa Bawo Ngeno (disini roh mengalami kebahagiaan abadi) dan kepercayaan kepada alam gaib serta hubungan manusia dengan roh-roh inilah yang membawa suku Dayak Benuaq mengadakan upacara adat kematian.

Suku Dayak Benuaq mengenal tiga jenis upacara adat kematian yang tidak harus dilaksanakan semua, tergantung bagi kemampuan masing-masing, jadi tiga jenis upacara ini bukan merupakan satu kesatuan upacara. Jenis-jenis upacara adat tersebut adalah :

  1. Upacara Param Api
  2. Upacara Kenyau
  3. Upacara Kwangkai.

a. Upacara Param Api

Param berarti memadamkan, api berarti api, jadi param api maksudnya adalah upacara memadamkan api.

Adat Upacara ini adalah upacara yang biasanya dilakukan selama lima hari lima malam, apabila yang meninggal itu adalah perempuan dan lakukan selama enam hari enam malam apabila yang meninggal adalah laki-laki.

Kebiasaan masyarakat suku Dayak Benuaq apabila ada orang yang meninggal mereka memukul tambur sebagai tanda bahwa ada orang yang meninggal. Kebiasaan ini disebut Neruak, yang kemudian disusul dengan titi yaitu orang memukul gong secara bersahut-sahutan. Dengan demikian dari mendengar bunyi tersebut orang tahu bahwa ada orang mati dan mereka akan datang ketempat itu. Setelah banyak orang yang datang, maka sebagian dari mereka mengambil air sungai. Sementara itu gong berhenti berbunyi. Dan kemudian mereka memukul gong kembali pada waktu memandikan orang mati. Gong terus berbunyi sampai upacara memandikan orang mati selesai. Setelah selesai kemudian orang mati tersebut diberi “patuk” (yaitu membuat titik-titik dengan darah yang mulai pada muka, terus bagian badan, kedua lengan dan kemudian pada kedua kakinya. Tanda patik ini menurut kepercayaan mereka agar arwah-arwah atau roh-roh yang mengenal bahwa orang tersebut telah mati. Biasanya kepingan uanng logam diletakkan pada kedua belah mata, pada kedua belah telapak tangan dan juga pada dadanya. Selain itu apabila yang meninggal itu perempuan, maka dikenakan anting-anting, gelang, kalung dan perhiasan wanita lainnya, sedang sebaliknya apabila yang meninggal itu laki-laki maka dikenakan perkengkapan priya.

Orang meninggal tersebut kemudian dibungkus dengan kain batik yang tak terbatas jumlahnya tergantung dari kemampuan masing-masing lalu diikat mulai pada bagian leher, badan, dan kaki sebanyak tujuh ikatan.

Orang meninggal tersebut kemudian dibungkus dengak kain batik yang tak terbatas jumlahnya tergantung dari kemampuan masing-masing ada yang berjumlah tujuh, sembilan lembar dan bahkan ada yang sampai empat belas lembar, kemudian diikat mulai pada bagian leher, badan, dan kaki sebanyak tujuh ikatan. Mayat ini kemudian dibaringkan dengan posisi kepala dibagian timur, kaki di bagian barat sedang kepala ditengadahkan. Orang yang meninggal ini kemudian ditangisi oleh suku Dayak Benuak disebut upacara ngeraring.

Setelah mayat selesai dikemat maka orang-orang mulai mempersiapkan lungun atau dengan kata lain disebut Olo Entakang. Lungun biasanya dibuat dari pohon buah-buahan dan lain sebagainya asal cukup besar. Apabila tidak ada pohon buah-buahan boleh dipakai pohon jenis lain bahkan ada juga yang membuat dari kayu ulin. Untuk membuat lungun ini dilakukan secara gotong royong, Lungun dibuat tidak di rumah tetapi jauh dari rumah dimana didapatkan kayu untuk membuat lungun, bahkan sering pula di buat dihutan.

Untuk mengerjakan sebuah lungun diperlukan waktu yang lama kadang-kadang sehari penuh dan bahkan lebih dari sehari semalam. Oleh sebab itu bagi pekerja pembuat lungun untuk keperluan makannya haruslah dikirim dari rumah. Namun adat mereka mengatakan bahwa sisa makanan yang diberikan pada pekerja pembuat lungun itu tidak boleh dibawa pulang. Sebab mereka beranggapan bahwa apabila dibawa pulang, maka akan membawa pengaruh buruk bagi keluarga yang ditinggalkan.

Setelah lungun selesai dibuat maka lungun dibawa pulang kerumah yang kemudian disempurnakan baik namanya maupun ukurannya harus pas untuk yang meninggal. Apabila sanak keluarga telah berkumpul semua maka upacara memasukkan mayat kedalam lungun dapat dimulai. Barang-barang yang dapat dipergunakan sebagai bekal di kubur bagi yang meninggal, apabila laki-laki maka sebagai bekal kuburnya adalah mandau (parang) taji besi untuk menyabung ayam, piring, mangkok dan perlengkapan laki-laki lainnya sedang apabila perempuan yang meninggal maka yang dipakai sebagai bekal kubur adalah lading (pisau), mangkok, piring dan perlengkapan wanita lainnya.

Pada saat memasukkan mayat kedalam lungun sebagai pengiringnya orang membunyikan seperangkat alat musik, yang terdiri dari sebuah gong, sebuah tambut dan kelantangan. Membunyikan alat-alat ini disebut Domak. Malam atau hari pertama memasukkan mayat kedalam lungun ini di hitung sebagai malam yang pertama atau hari yang pertama ini tata cara upacara adat kematian mulai dirundingkan diantara para keluarga yang ditinggalkan. Pada saat musyawarah keluarga inilah disampaikan pesan-pesan dari almarhumah sebelum meninggal dan juga persiapan-persiapan serta jalannya upacara nanti.

Setelah semuanya selesai dirundingkan maka pihak keluarga yang ditinggalkan mulai mempersiapkan keperluan-keperluan yang dibutuhkan dalam upacara mandinya yaitu :

Ayam

Babi

Palaq (makanan yang disediakan untuk orang mati)

Kelangkang (tempat makan orang mati)

Beras ketan

Beras biasa

Kain merah

Seutas tali

Penyetangi lebih dari satu tidak terikat kadang-kadang sampai enam orang.

Beberapa makanan lainnya untuk keperluan makan para tamu yang datang.

Setelah persiapan ini semua telah disiapkan, maka penyetangi mulai memimpin upacara. Pada malam yang pertama keluarga yang di tinggalkan harus menyiapkan makanan untuk orang yang mati yaitu kue palaq, ayam dan babi yang sudah disembelih, yang kemudian ditempatkan pada kelangkang yang berjumlah tujuh buah. Setelah makanan ini siap maka tugas penyetangi (pawang) adalah menunjukkan makanan tersebut kepada roh orang mati agar dia (roh yang meninggal tersebut) mengajak teman-temannya untuk makan. Cara menunjukkan makanan tadi adalah dengan doa-doa dan ucapan-ucapan atau mantera-mantera yang berbunyi : :Petung Okatu Klalungan/liaw opekang bulu” ( sama dengan menunjukkan makanan dengan keris).

“Ejak okatu pulut pare matatu bini pijak unek mata polupan, jaban oyaq bungan tantu: touq jelaq matatu ulaq” ( sama dengan segala yang biberikan adalah hasil panen yang baik).

“Isap tuaq, puti senteron lati lomuq senteron munan” (Sama dengan makanan yang diberikan adalah balas jasa para arwah).

Perlu diketahui bahwa seluruh kegiatan upacara adat ini dilaksanakan di balag salay (rumah adat).

Pada malam kedua ketiga tugas pengetangih pada dasarnya sama dengan tugasnya dimalam yang pertama yaitu membaca doa – doa.

Pada malam keempat tugas pentangih adalah meriwayatkan si mati sejak lahir dan segala pengalamannya didunia segala kisah, kejadian – kejadian, peristiwa yang yang telah dialami oleh simati apakah itu yang baik ataupun yang sifatnya buruk tidak terkecualikan. Oleh sebab itu pentangih adalah dipilih oleh orang yang sudah tua dan telah mengetahui keadaan simati.karena hal itulah maka kadang- kadang pengetangih adalah juga kepala adat. Pada malam keempat inilah mulai disebut malam sentangih sebab pada malam inilah dimulainya pengentangih – pengentangih ( Pawang ) berkisah tentang hidup simati.

Pada malam kelima disebut upacara nyolok, pada upacara nyolok ini keluarga yang ditinggalkan mengadakan selamatan atau pesta untuk para tamu dan sanak saudara yang datang.

Pada hari keenam disebut upacara param api dan merupakan puncak upacara adat kematian param api , dimana pada hari ini sanak saudara handai taulan datang dengan membawa bahan makanan, ada yang membawa beras ketan, ayam, babi dll,yang maksudnya adalah merupakan sumbangan bagi keluarga yang kesusahan. Pada hari ini dilaksanakan upacara memadamkan api. Jadi segala api yangdidalam maupun diluar rumah harus dipadamkan.Menurut pandangan suku adat benuaq dengan dipadamkannya api berarti api kematian sudah berakhir dan tidak berkelanjutan lagi. Ada sebuah legenda yang mengisahkan tentang asal – usul upacara pemadaman api ini. Dalam legenda itu dikisahkan bahwa pada jaman dahulu melaksanakan upacara kematian dengan mengadakan upacara memadamkan api. Dari legenda inilah orang dayak benuaq melakukan perbuatan mahaji ini.Pada sore harinya dari hari param api ini orang mengantar kelangkang kepinggir jalan yang tak jauh dari rumah. Kelangkang tsb berjumlah 7 buah yang berisi makanan serta pakaian simati yang sudah disobek – sobek. Upacara mengantarkan kelangkang inilah yang sesungguhnya upacara mengantarkan roh simati kepuncak gunung lumut ( tempat bersemayamnya roh- roh orang yang sudah mati. Pada waktu pulang mengantar kelangkang, orang yang mengantar kelangkang, orang yang mengantar kelangkang tidak boleh mengantar kebelakang, karena menurut mereka itu adalah pantangan yang oleh suku dayak benuaq disebut jarit.

Pada malam ketujuh adalah malam penguburan. Suku dayak benuaq mempunyai tiga sistem penguburan :

Sistim Garai, yaitu lungun dimasukkan didalam sebuah rumah kecil yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran lungun. Tingginya kurang lebih 1½ meter.

Sistim kubur yaitu lungun dimasukkan kedalam tanah / kubur yang dibuat berdinding sepeti pagar kemudian ditutup dengan papan yang ditimbuni tanah. Pada atasnya diberi batu nisan.

Sistim solokng yaitu peti mayat yang diukir dibuat dari papan, pada kedua ujungnya diberi hiasan bangkong/ hudoq yaitu patung ekor dan kepala naga.Kemudian lungun dimasukkan kedalam selokng ini. Sistim ini dilaksanakan apabila pihak keluarga akan melanjutkan upacara ini dengan mengadakan upacara kenyau.

Malam ketujuh adalah malam terakhir dan merupakan malam yang mengakhiri upacara adat param api. Upacara ini disebut Mikat Banukng.

Sebelum upacara ini dimulai sanak saudara yang ditinggalkan dikumpulkan. Dalam upacara ini diperlukan kain merah dan seutas tali yang direntangkan kertas ( Salah satu ujungnya dikaitkan pada kayu atau papan diatas ) sedang pada ujung yang satu dipegang oleh penyengtangih yang tugasnya membacakan mantera – mantera diucapkan, maka dengan tiba – tiba penyentangih memutuskan tali yang dimaksudnya dengan pemutusan tali ini berarti bahwa antara hubungan pihak simati dengan pihak yang ditinggalkan mengadakan upacara yang disebut Nulak Habuq.

Nulak Habuq upacara menolak pengaruh buruk akibat kematian dan juga mendapat berkah dari roh – roh orang yang telah meninggal.

Upacara Nulak Habuq ini dipimpin oleh tukang belian. Jalanya upacara : mula – mula tukang belian keluar halaman rumah yang kemudian diikuti oleh beberapa orang lainnya. Sambil berteriak – teriak dengan riang gembira mereka menuju kembali kehalaman rumah yang di sambut oleh orang yang berada dihalaman dengan menyampaikan pertanyaan : Mengapa kalian bergembira, tidak tahukah bahwa kami mendapatkan kesusahan ? yang kemudian dijawab.Tentu kami tahu, tapi kamiinidatang untuk memberikan hiburan dan kemudian mereka bersama – sama bergembira. Kemudian acara ini dilanjutkan dengan mengadakan upacara Pajiak Patakar yang tujuannya adalah menghilangkan pengaruh buruk yang membawa penyakit kematian dan malapetaka. Dengan selesainya upacara pajiak petakar ini maka selesai pula upacara param api ini secara keseluruhannya.

Perlu diketahui disini bahwa acara param api ini merupakan upacara yang wajib dijalankan atau dilaksanakan oleh para keluarga yang ditinggalkan. Dan bagi keluarga yang mampu boleh melanjutkan upacara adat ini dengan melaksanakan upacara kenyau dan upacara kwangkai.

b. Upacara Adat Kenyau

Kenyau adalah kelanjutan dari upacara param api, tetapi bukan merupakan suatu

kewajiban. Upacara ini dilakukan bagi mereka yang mampu saja.

Apabila upacara param api selesai maka dilanjutkan dengan upacara kenyau. Upacara ini dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam, dan bahkan ada yang melaksanakan selama sembilan hari sembilan malam. Upacara ini dilaksanakan karena pihak keluarga merasa belum sampai hati untuk memkamkan yang baru meninggal selain itumereka itu mempunyai suatu anggapan bahwa apabila mereka banyak / lengkap mengadakan upacara – upacara kematian maka roh yang meninggal akan mendapatkan suatu yang lebih tinggi lagi digunung lumut dan juga roh – roh itu nanti akan membantu mereka mencari kebutuhan hidup. Untuk keperluan upacara ini diperlukan biaya yang cukup besar , paling sedikit lima ekor babi yang cukup besar , tujuh ekor ayam bahkan ada yang membunuh kerbau. Selama masa upacara kenyau ini pihak keluarga simati harus menyediakan makanan bagi para tamu yang datang untuk memberi doa agar arwah simati mendapatkan tempat yang tinggi digunung lumut.

Menurut Kepercayaan Suku Dayak Benuaq bahwa roh – roh simati setelah meninggal berpindah kelumut. Semakin tinggi tingkat upacara yang dilakukan keadaan roh simati dilumut semakin baik pula. Kecuali itu mereka percaya bahwa semua yang telah mereka korbankan , yang telah mereka lakukan untuk keperluan simati misalnya ayam, babi, kerbau, lungun, tinaq, selokng, rinaq dll akan terlihat pula dilumut, dan ini semua adalah merupakan bekal bagi simati sebaliknya semakin baik keadaan simati dilimut maka makin baik pula keadaan keluarga yang ditinggalkan dan yang telah melaksanakan upacara tsb.

Sebelum upacara dimulai lungun tinaq atau selong yang akan digunakan harus sudah siap sebab bila upacara dimulai lungun sudah dimasukkan kedalam lungun tinaq atau selong.

Dalam upacara kenyau ini pawang pemimpin upacara adalah seorang “ Pewara”,

Tetapi sebetulnya antara penyentangih dan pewara mempunyai tugas – tugas yang sama yaitu memimpin upacara adat kematian dan mengantarkan roh orang mati kelaut.hanya sedikit bedanya disini, yaitu mengenai jumlahnya menyengtangih yang memimpin upacara peran api jumlahnya boleh genab dan juga boleh ganjil, tetapi pewara yang memimpin upacara kenyau jumlahnya harus ganjil.

Pada malam pertama ( dihitung dari dimulainya upacara kenyau ). Para pewara mulai mengantarkan roh – roh orang mati kelumut dengan mantera – mantera yang dilagukan .biasanya seorang pewara bertindak sebagai pemimpin , yabg diteruskan dengan upacara yang sama pada hari kedua, ketiga, keempat selain tugasnya mengantar roh kelumut , tetapi juga diselingi dengan upacara menunjukan makanan kepada orang mati agar ia mengajak roh – roh yang lain untuk makan bersama.

Pada malam kelima, diadakan upacara ngelarangkaw ( tarian khusus yang dilakukan pada upacara kenyau atau ngawangkai ). Ngerangkaw menurut kepercayaan mereka adalah tarian dari roh – roh orang yang sudah meninggal. Para penarinya adalah tarian dari roh – roh orang yang sudah meninggal. Para penarinya adalah para pewara dan juga pihak keluarga dan para tamu yang berminat ikut . Mereka ini mengenakan kostum yang terbuat dari kulit kayu dan nyiru yang digunakan sebagai sayapnya.jadi masing – masing pengikut mengenakan sepasang nyiru sebagai sayapnya, sedang para pewara mengenakan kostum yang berbeda yang dikenakan sebagai sayapnya adalah bulu – bulu burung, sedang pada bagian kepalanya dikenkan perlengkapan seperti topi yang dihiasi dengan rotan – rotan yang apabila diperhatikan seakan – akan menyerupai tanduk. Perlu diterangkan disini bahwa kostum untuk para pewara tidak sama , tergantung pada tingkatnya / kedudukannya dalam upacara ini yang juga telah disetujui bersama dalam musyawarah yang telah diadakan menjelang upacara param api. Sebagai kepala atau pemimpin pewara mengenakan kostum yang paling baik demikian seterusnya. Para penari Ngerangkaw ini ( Baik laki – laki maupun perempuan ) menari dengan gerakan meloncat sambil mengepak ( seperti gerakan sayap burung pada waktu terbang ) dan meneriakkan ucapan “ hea “ secara bersama – sama. Tarian ini dilakukan sambil mengelilingi lamin.

Pada hari kelima adalah pesawaq belontang atau pesawaq “batu nisan” upacara ini adalah upacara pengawinan pesawaq belontang ( Personofikasi laki – laki ) dengan batu nisan ( Sebagai personifikasi perempuan ) Dalam upacara ini dipakai bahasa sastra yang dilagukan yang disebut “ ngakai “ dalam upacara ini mula – mula dikisahkan bahwa pihak perempuan tidak mau dengan berbagai alasan ( hal ini diwakili oleh para tamu yang datang ) dan kemidian dijawab oleh pesawaq belontang ( yang diwakili oleh para tamu juga ) dengan berbagai alasan misalnya dengan menyajikan akan diberikan kesembuhan, kesenangan dll yang akhirnya pihak perempuan mau . Maksud upacara perkawinan ini adalah melambangkan adanya penyesuaian pendapat agar selamat dalam melaksanakan upacara kwangkai nanti.

Namun demikian upacara perkawinan ini hanya dilakukan apabila pihak keluarga dalam upacara kenyau ini memotong kerbau.

Hari ketujuh disebut hari “ Pekili Kelalungan “ .

Pada upacara ini para pewara telah memanggil roh- roh yang berada di

“ Siapaaq” dan yang berada di “ Talian Tangkir ( dua tempat ini merupakan tempat roh – roh menurut kepercayaan mereka ) dan juga roh yang berada di “Langit Diroy Olo “ ( yaitu roh yang sudah mendapatkan upacara kwangkai ).

Hari kedelapan adalah hari “ Entong Liaw “

Pada upacara ini adalah upacara penjemputan roh – roh orang mati yang berada di lumut yang dimaksudnya untuk menghadiri upacara kenyau.

Hari kesembilan adalah hari “ Waktu “ yaitu hari upacara penembakan kerbau yang telah diikat pada belontang. Upacara ini dilaksanakan apabila pihak keluarga memotong kerbau, tetapi bila tidak memotong kerbau maka hari itu adalah hari terakhir dari upacara – upacara kenyau. Pada malam harinya para pewara memberi makan kepada roh – roh yang mati dan kemudian mengantar roh – rohitu kelumut dengan membawa perbekalan yang antara lain adalah kerbau ( Kalau ada ), babi, ayam, beras dll. Demikian pula para lalungan ( roh yang dipanggil dari siapapun dan taliantangkir diantaranya kembali ketempatnya. Dan acara terakhir pada upacara hari kesembilan ini adalah diadakan upacara mikat banukng yaitu upacara yang maksudnya agar arwah simati tidak menganggu orang yang masih hidup didunia.

Hari ke sepuluh adalah hari pemakaman. Untuk melaksanakan pemakaman ini banyak caranya a.I. lungundimasukkan kedalam rinaq, Garai atau selong. Setelah upacara pemakaman selesai maka diadakan upacara

Buka Barata yang bertujuan untuk ngoding merakng, nan manas, layak nan lihakng yang artinya menghilangkan segala pengaruh jelek yang menimpa keluarga. Sesudah upacara kenyau ini maka pihak keluarga baru diperbolehkan mengadakan upacara yang bersifat gembira misalnya upacara perkawinan.

c.Upacara Kwangkai.

Kwangkai berarti buang bangkai. Maksudnya adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan suatu upacara adat kematian suku dayak benuaq yaitu memindahkan tulang – tulang dari pemakaman terdahulu ( pada waktu upacara kenyau ) dan dibawa kerumah adat untuk bersama-sama dengan orang-orang yang meninggal dahulu diadakan upacara kwangkai. Jadi upacara kwangkai ini sifatnya adalah kolektif.

Kwangkaiadalah upacara kematian yang terakhir dan terbesar, apabila diteliti kwangkai dapat dikatakan sebagai suatu pesta kematian, karena pada saat ini kita akan menemui suatu kampung dalam suasana yang benar-benar pesta, banyak orang dari kampung-kampung lain yang datang untuk menghadiri.

Pada saat akan di adakan upacara yang menggambarkan suasana upacara kematian. Pada malam harinya para penyentangih dan para pewara mulai mengadakan upacara yang dipimpin oleh salah seorang penyentangih atau pewara. Para penyentangih atau pewara ini secara bergiliran dan teratur mengucapkan mantera-mantera dengan irama yang indah yang maksudnya adalah mengantarkan roh-roh kelumut. Mantera-mantera yang berirama dan bernada ini oleh suku Dayak Benuaq disebut “Tinga”, atau dengan kata lain Tinga ini menceriterakan perjalanan mereka mengantarkan roh-roh ke alam arwah. Apa yang mereka temui, yang mereka alami, mereka ceritakan dalam tinga itu. Cara yang demikian ini diteruskan pada malam kedua dan malam ketiga, sedang pada siang harinya mereka sibuk untuk mempersiapkan untuk acara malam hari.

Hari ke empat disebut hari “Netak Biyoyang” yaitu pada hari ke empat ini orang mulai memotong-motong serat kayu (Jomok) yang dipergunakan sebagai ikat kepala untuk keperluan menari nantinya. Selain ikat kepala yang disiapkan mereka juga menyiapkan “Ulaap Bura” (Kain panjang putih) dan Sape Bura (baju putih), yang kesemuannya ini adalah juga untuk keperluan menari. Pada jaman dulu ulaap bura dan sape bura ini terbuat dari kulit kayu.

Hari ke lima bisebut hari Noco yaitu pada hari kelima ini orang-orang bekerja mewarnai ikat kepala mereka.

Hari keenam disebut hari “Mungkat Selimat”. Pada hari ini orang-orang mulai membuat selimat yaitu sebuah rumah-rumahan yang diberi lukisan-lukisan yang fungsinya adalah sebagai tempat tengkorak orang mati. Selimat ini kemudian ditempatkan atau digantung dekat penyentangih dan pewara.

Pada sore harinya orang-orang sudah mulai ngerangkaw (tarian untuk mengantarkan arwah). Biasanya tarian ini dilakukan oleh 14 orang laki-laki dan 14 orang perempuan, tetapi kadang-kadang juga lebih. Pada waktu menari-nari ini sipanari mengundang atau memikul tengkorak-tengkorak. Tarian ini dilakukan tujuh kali putaran DARI UJUNG KAMPUNG KE UJUNG KAMPUNG DAN JUGA MENGELILINGI RUMAH ADAT ATAU LAMIN. Ngurangkaw ini da lakukan setiap malam hari sampai upacara kwangkai selesai.

Hari ketujuh adalah untuk mempersiapkan upacara-upacara hari berikutnya.

Hari kedelapan adalah hari pesawaq belontang dan pesawaq batur nisan

Seperti sudah diterangkan dalam bab upacara kenyau maka meksud upacara perkawinan belontang dan batur misan ini adalah mempunyai maksud simbolis adanya persesuaian paham dalam pelaksanaan upacara nanti.

Hari kesembilan disebut Ngulak Belontang (tanam belontang). Belontang ini ditanam ditanah lapang yang luas. Panjang belontang biasanya tiga sampai empat meter terbuat dari kayu ulin yang dipahat menyerupai bentuk manusia dan dihiasi dengan ukurai-ukiran.

Belontang untuk upacara kematian selalu menghadap ke Barat dimana mata hari terbenam. Hal ini sesuai dengan pandangan mereka bahwa terbenamnya mata hari adalah lambang kematian. Belontang ini juga diberi beberapa perlengkapan berupa Serampit (rotan yang dipintal) sepanjang 7 sampai 9 meter yang gunanya jagu untuk menambatkan kerbau yang akan dikorbankan.

Pada hari kesepuluh dan kesebelas tidak ada upacara-upacara khusus. Hari ini dipargunakan untuk mengadakan persiapan-persiapan upacara selanjutnya.

Hari keduabelas adalah hari Pekili Kelalungan (menurunkan kekalungan). Kekalungan menurut kepercayaan mereka adalah roh yang ada pada tengkorak, sebab pandangan mereka beranggapan atau mempercayai bahwa roh yang berada pada bagian badan yang harus diantar kelumut, sedang roh-roh yang sedang dibuatkan upacara kwangkai akan diterbangkan oleh burung enggang ke Talian Langit Deroy Olo. Oleh sebab itu upacara hari kedua belas adalah hari untuk mengumpulkan tengkorak-tengkorak, kemudian disimpan dakam kotak-kotak dan disimpan diatas lamin. Untuk menempatkan kelalungan (tengkorak) ini dibuatkan sebuah tangga yang diberu kain merah. Tangga ini ditempatkan didalam lamin sebagai alat/perlengkapan untuk naik keatas loteng. Sedang tulang-tulang anggota badan lainnya dikuburkan tersendiri.

Dengan disimpannya tengkorak-tengkorak itu diatas lamin maka diharapkan orang-orang atau pihak keluarga dapat mengadakan Nguku Tahun, yaitu upacara untuk membuang sial.

Setelah seluruh persiapan selesai maka pihak keluarga-keluarga yang mengadakan upacara ini dengan perantaraan penyentangih dan pawara memanggil roh adalah dengan melagu-lagukan mantera-mantera dan doa-doa.

Menurut kepercayaan mereka roh-roh itu akan datang dari siapa aku dan Talian Langit Deroy Olo. Roh-roh ini disambut dengan memberikan sirih, pinang yang dipasang pada tengkorak. Selain itu roh-roh ini juga disediakan makanan. Setelah itu maka diadakan dialok atau pembicaraan dengan para roh dengan bahasa yang dilagukan. Bahasa yang dilagukan ini disebut Ngakai. Mula-mula dari pihak para keluarga yang antara lain artinya adalah: mereka mengundang para roh karena mereka (keluarga) sedang mengadakan perayaan upacara kwangkai.

Para keluarga itu mohon berkah dari roh-roh itu agar mereka selamat dan diberi kebahagiaan serta penen yang besar. Kemudian dijawab oleh kelalungan dengan perantara para penyentangih dan pewara yang mengatakan bahwa mereka datang untuk memenuhi undangan. Orang Dayak Benuaq ini beranggapan bahwa para kelalungan itu akan tidur bersama-sama mereka sampai pada upacara pengorbanan kerbau.

Hari ketiga belas disebut hari “Entong Liaw”, yaitu hari untuk mengambil roh-roh yang sudah meninggal. Untuk keperluan ini maka pihak keluarga mengadakan persiapan-persiapan berupa :

- Membuat tangga untuk roh dan tangga untuk orang hidup. Untuk tangga roh ini mata tangganya adalah solok (bambo berisi lemang / nasi ketan) dan dihiasi dengan kain putih, mata tangga ini berjumlah 14 buah.

- Kayu jolok liaw (yaitu kayu yang disusun bertingkat-tingkat sejumlah 7 buah, Biasanya kayu jolok liaw ini sudah disediakan 3 atau 4 minggu sebelum upacara dimulai.

- 2 ekor babi.

-2 ekor ayam jago untuk disabung.

Mula-mula penyentanngih atau pawara dengan membawa tombak dan memikul kekalungan (tengkorak) serta diikuti oleh para keluarga yang membawa perlengkapanupacara turun ketanah dan terus berjalan menuju ka jalan yang tidak jauh dari lamin (rumah adat). Pewara tersebut mengundang liaw (roh) dengan mengucapkan mantera-mantera yang dilagukan. Setelah selesai mereka kembali menuju lamin. Setelah sampai dihalaman lamin mereka ngerangkaw dan Ranah Nglisat yaitu memasukkan kaki diantara 4 pasang alu (alat untuk menumbuk padi sambil merebahkan jolok liaw tadi sampai berhamburan dihalaman lamin. Biasanya tarian atau ngrangkaw ini dilakukan sampai 7kali keliling lamin. Setelah selesai mereka duduk menghadap Rurang liaw, sambil ngakai bergantian. Pada waktu ngakai para pewara bertindak sebagai liaw (roh-roh) dan orang biasa adalah bertindak sebagai mio (orang hidup).

Liaw menceritakan maksud kedatangan mereka karena ada undangan dan menyatakan rela untuk menunggu pesta, kemudian pihak mio membalas dan menyatakan senang bahwa menerima para tamu serta minta berkat agar dijauhkan dari penyakit, malapetaka dan murah rejeki . Kemudian diadakan acara menyabung ayam milik liaw dan milik mio ayam pihak mio dipasang dengan taji besi sedang ayam pihak liaw dipasang dengan taji bambu yang diberi bertali.

Sebelum ayam liaw menyerang talinya tadi ditarik sehingga memudahkan ayam pihak mio menyerang dan menang. Mereka beranggapan bahwa ayam pihak liaw yang menang maka berarti akan banyak musibah dan banyak orang yang mati.Tetapi bila ayam mio yang menang berarti kematian dikalahkan dan sedikit orang yang mati.Pada waktu mentabung ayam biasanya dihamburkan mata uang logam atau perak.

Setelah upacara menyabung ayam selesai, para pewara terus menuju tangga liaw dan menginjak babi kemudian dibunuh.mereka terus naik lamin dan menginjak babi lagi diserambi yang kemudian dibunuhnya pula. Mereka terus menuju Ruran Liaw sambil merangkau mereka duduk diruruan liaw. Disini mereka ngakai lagi. Mio ngakai lebih dahulu dengan memberitakankan bahwa mengadajkan upacara ini dengan maksud agar jauh dari musibah dan murah rejeki dan mohon agar liaw sabar menunggu sampai upacara pembunuhan kerbau. Lalu pihak liaw membalas dengan kata – kata mengatakan bahwa mereka senang menghadiri pesta sampai selesai. Setelah selesai ngakai mereka makan bersama.

Hari keempat belas adalah hari Pekate Kerewan ( hari pembunuhan kerbau ) . Pada pagi – pagi benar kerbau sudah yang sudah dimasukkan kedalam gelogor kandang tempat kerbau berbentuk segitiga ) bagian atas kandang diberi tutup atau atap dari tikar, kerbau diikat dengan serampit ( rotan yang dipintal ) dan serampit diikatkan pada belontang. Diatas gelogor ini yaitu pada tikar tadi para pewara Nempuun Kerawan yaitu meriwayatkan kerbau dari mana asal – usul kerbau , hubungan kerbau dengan kematian manusia dan memberitakan kepada kerbau bahwa pada hari itu ia akan dibunuh dengan cara ditembak ).

Setelah selesai upacara ini para pewara dan pengikut ngerangkaw mengelilingi gelogor dengan meneriakkan ucapan hea….hea…dan kemudian kerbau dilepaskan dari gelogor untuk ditembak . Penembakan pertama dilakukan oleh pewara atas nama Liaw dikenakan pada paha sebelah kiri, baru diikuti oleh yang lain, maksud dari upacarapenembakan ini para Liaw bersuka ria dilumut dalam rangka menyambut tamu baru mereka yaitu roh arang – orang yang sedang dibuatkan upacara tsb. Apabila korban sudah tidak berdaya maka orang – orang berusaha menahan kerbau untuk mengatur arah rebahnya kerbau. Arah rebah kerbau harus sejajar dengan lamin, kepalanya berada disebelah timur dan menghadap dimana matahari terbit dan arah kepala orang mati.

Setelah kerbau mati gong dipalu tanda kerbau sudah mati dan agar para liaw dapat mengetahuinya. Kemudian ditarik ketimur dan kearah barat sebanyak tujuh kali Bagian barat adalah bagian liaw sedangkan bagian timur adalah tarikan mio . Dalam upacara tarik – menarik ini pihak mio harus lebih banyak agar dapat menang dan memang harus dimenangkan oleh pihak mio. Kemudian mereka ngerangkaw lagi mengelilingi bangkai kerbau sebanyak tujuh kali dan diikuti ngakai diatas bangkai kerbau.

Pihak mio menyerahkan bangkai kerbau pada liaw dan mohon doa restu demi kesejahtaraan umat didunia. Setelah upacara penembakan kerbau selesai dilanjutkan dengan naik Engkuni Liaw ( Pohon yang diberi pelicin serta diatasnya digantungkan piring, Mangkok, kain dll. Pohon ini dipanjat beramai – ramai dan kemudian setelah acara ini selsai mereka naik menuju lamin kembali.

Pada malam harinya setelah upacara pembunuhan kerbau para pewara memberi makan kepada roh orang mati dengan membawa kerbau, babi, ayam dan perbekalan lainnya ke Usuk Bawo Ngano ( tempat kebahagiaan abadi ) sedang para kelalungan diantar ketalian Tangkir Langit Deray Olo. Acara ini disusuldengan upacara Mikat Banung, yaitu upaca pemutusan pihak keluarga orang yang mati. Maksudnya agar para roh itu tidak kembali lagi kedunia. Dengan berakhirnya upacara mikat banung maka secara resmi upacara sudah selesai.

Hari kelima belas adalah hari pemakaman. Pemakaman ini dapat dilaksanakan dengan beberapa cara :

Tulang – tulangorang mati dimasukkan kedalam templak, Korerokng atau templak mati

Tulang _ dimasukkan kedalam tempayan atau gucu -0 gici yang kemudian yang kemudian dimasukkan kedalam gur, Tanah Gantukng.

Hari sesudah pemakaman disebut Buka Barata. Upacara buka barata ini dipimpin oleh Tukang Belian yang dimaksudnya adalah untuk menghilangkan pengaruh buruk bagi keluarga.

Jalan upacara, tukang belian dan beberapa orang dengan segala perlengakapan misalnya kepala diikat dengan kain sambil membawa kepala hasilmengayau yang dibungkus kain biru pergi kehutan tak jauh dari rumah. Mereka membawa nasi yang diberi ragi dan tepung. Pada waktu itu gong , Tambur, Kelantangan dipalu. Sambil meletakkan makanan dan tepung mereka memohon kepada Seniang besara agar dijauhkan dari penyakit dan malapetaka. Tepung digosokkan pada dahi setiap pengikut, Kemudian pergi kepohon yang disebut Tukar Nayuq.

Setelah selesai upacara pada pohon mereka kembali kehalaman sambil berseru dan bergembira dan menyebut teri – Lele ini semua dilakukan laki – laki dan perempuan. Mereka membawa perdamaian, kegembiraan sebagai mereka di sambut oleh orang yang ada dilamin dengan riang gembira. Kemudian diteruskan dengan upacara penjiak yang bertujuan untuk ngading Perang nan manas layang nan lihang yang artinya menghilangkan hal – hal yang tidak baik.

Sesudah acara ini selesai dilanjutkan dengan nota.